Thursday, August 17, 2017

ROBEK


"Aku gak mau putus!"

"Aku mau..."

"Kamu gak ingat semua pengorbanan yang aku lakuin buat kamu?"

"Bukan gitu, aku rasa kita gak cocok. Kayaknya kita temenan aja."


Begitulah, akhir kebersamaanku dengannya. Yang juga akhir pertemuanku. Tak ku indahkan kata-kata terakhirnya. Sebab, terlalu sakit hati ini dibuatnya. Tak perlu lagi berteman, karena aku tidak mau lagi berteman dengan orang semacam dia.

Coba bayangkan, hubungan kami sudah hampir empat tahun dan baru sekarang dia bilang kita gak cocok? Jadi, selama ini aku hanya menjadi bahan percobaan? Tester? Terus pengorbanan yang sudah
aku berikan baik jiwa, raga, waktu dan segalanya untuk dia, dianggap apa? Sumbangan?

Saking bencinya aku sama mantanku itu, sampai-sampai dia punya tempat tersendiri di pikiranku. Hampir-hampir aku selalu memikirkan dia, beda-beda tipis dengan orang yang sedang jatuh cinta. Tapi, jelas, aku tidak cinta. I hate my ex!

Dan, hampir dua tahun aku menjomlo, memulihkan perasaanku, kepercayaanku. Bukan perkara enteng membuka lagi hati untuk laki-laki baru dengan segala kemunafikannya yang tersembunyi dibalik kebaikan-kebaikan masa awal perkenalan.

Tidaklah mudah mengijinkan laki-laki baru masuk ke hatimu setelah isinya berantakan tak karuan oleh kisah yang dibanggakan namun harus berakhir oleh sebelah pihak yang tak mau lagi melanjutkan perjalanan cinta tanpa alasan yang jelas.

Aku sungguh-sungguh mau gila, saat mengingat kata-kata yang dia ucapkan setelah mengecup bibirku pertama kali.

"Kamu manis, semanis bibirmu."

Dan

"Kamu hangat, sehangat pelukanmu."

Setelah memeluk tubuhku di depan gerbang rumahku. Meski buru-buru, tapi berkesan. Malam itu aku susah tidur. Gelisah dan bahagia tak karuan, aku seperti jarum jam yang mengitari ranjang. Kadang- kadang seperti belatung nangka yang tak berhenti menggeliat dibalik selimut.

Jangan tanya apa yang kami sudah lewati selama hampir empat tahun itu. Jika ada garis yang tak boleh dilewati, garis itu kami gunting. Jika ada yang tak pantas kami lakukan, kami pantas-pantaskan saja atas nama suka sama suka. Namanya juga orang saling cinta dan tanpa ada paksaan. Iya, kan?

Yang paling menyesakkan dada adalah dia selalu berkata kalau aku tak tergantikan, aku yang terbaik, aku yang nomor satu, aku tak akan pernah dia tinggalkan. Kata-kata itu selalu dia utarakan diperbincangan hangat sehabis pergumulan liar. Kalau soal puas, aku jarang, tetapi yang penting dia puas aku juga sudah senang.

Kalau soal materi dan waktu, jangan ditanya lagi. Aku bukan tipe yang apa-apa mau dibayarin, kalau aku bisa bayar sendiri kenapa tidak aku bayar sendiri? Malah seringkali aku yang mengeluarkan uang untuk keperluan kencan kami. 

Dan setelah semua itu, dia mencampakkanku semudahmengeluarkan ludah?

Apa sih yang dia cari? 
Baik, kurang baik apa aku
Materi, aku cukup
Seks, aku beri
Cinta, jangan ditanya.

Pertanyaan itu selalu mengaduk- aduk pikiranku. Membuatku bagai hantu penasaran, yang telah dibunuh dan bagian-bagian tubuhnya dipisahkan. Kurang apalagi aku? Semua sudah aku beri! Tapi, ini membuatku cukup sadar, ternyata memang ada yang rela membuang sebongkah berlian demi mencari sebiji jagung. Bukannya merasa berlian, tapi apa lagi yang dia cari?

Sakit hatiku berujung saat ku baca sebaris pesan singkat

"Kamu kehilangan orang yang tidak mencintaimu, aku kehilangan orang yang mencintaiku."

Darinya.

Sampai kini tak ku balas pesan singkat itu. Baiknya aku balas atau abaikan saja?

No comments:

Post a Comment